Pasangan Kadar Sriyono dan Tutik Rusmiani
Wariskan Buku Perjuangan
Kisah heroik perang kemerdekaan ternyata juga menggelegar di Lumajang. Setidaknya, itu bisa dibaca dari buku bertajuk Perjuangan Rakyat Lumajang Dalam Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan 1942-1949. Sebuah buku yang digagas Kadar Sriyono bersama beberapa kawan sebagai bentuk penghormatan pada para pejuang.
Nukilan sejarah perang kemerdekaan lumayan lengkap tergambar di buku itu. Dari buku itulah, perjuangan rakyat Lumajang dalam ikut merebut serta mempertahankan kemerdekaan bisa diikuti. Adalah Kadar Sriyono, pria paruh baya kelahiran 1956 yang mengawali terwujudnya buku perjuangan tersebut.
Buku itulah yang kemudian dijadikan rujukan warga Lumajang dan juga masyarakat lain untuk mengetahui sejarah perjuangan Lumajang. "Saat itu bupatinya masih Ahmad Fauzi. Beliau mengajak saya untuk merembug apa yang bisa dijadikan peninggalan," paparnya.
Gayung bersambut. Sebagai anak veteran, Kadar sejak lama memang ingin menulis perjuangan ayahnya dan teman-temannya. Sejauh ini, angan-angan itu tak pernah terwujud. Hingga, ketika ada tawaran dari H Ahmad Fauzi, Bupati kala itu, bukan main semangatnya Kadar. Lebih-lebih, dia bersama para veteran pernah berdiskusi untuk menerbitkan buku sejarah perjuangan. Namun, ketika itu terkendala biaya. Hingga, gagasan itu harus berakhir di awang-awang.
Ketika ditawari Ahmad Fauzi untuk membuat sesuatu yang bisa diwariskan di Lumajang, Kadar pun langsungmengusulkan buku. "Saya lontarkan keinginan saya waktu itu. Yang paling baik adalah buku. Sebab hal itu akan dikenang sebagai peninggalan ilmu pengetahuan," paparnya.
Saat itu, pembangunan monumen dan bangunan-bangunan yang bisa menggambarkan petisalan sejarah sempat dilontarkan oleh beberapa orang. Namun mengingat pentingnya sebuah sejarah, diputuskanlah yang paling pas adalah sebuah buku berkisah sejarah perjuangan.
Semangat Kadar semakin membuncah ketika Bupati kala itu langsung memerintahkan Drs Wahyudi, Kepala Bakesbangpol era Fauzi untuk menindaklanjuti rencana pembuatan buku tersebut. Dan, begitu mendapat mandate, Kadar pun langsung membuat dm penyusun buku.
Tim itu beranggotakan Drs Wahyudi, Kadar Sriyono, Tony Soepeno (veteran), Agus Amir Subchan, Drs Wijoto, Dra Nanik Ari Cahyani Kamari Sumpeno, Suwadi, Ny Giatmoko, Taufik Badruchi, Bendhoel Basuki, .Aminuddin Aziz dan loko Pramono.
Sementara penerbit buku tersebut adalah Dewan Harian Cabang (DHC) Badan Pembudayaan Kejuangan '45 Lumajang. Kala itu, Kadar menjadi ketua organisasi yang mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah Lumajang itu.
Kadar dengan timnya langsung bergerak cepat. Mulai dari penugasan tim hingga mengumpulkan data. "Untuk penyusunan data, kami melibatkan tim untuk mencari foto hingga mencari keterangan dari para pelaku sejarah perjuangan," paparnya.
Beruntung kala itu sudah ada buku babon atau buku induk. Buku induk itu berisi sekilas sejarah perebutan kemerdekaan para pejuang di Lumajang. Buku itu merupakan bentukan para eksponen veteran sekitar tahun 70-an. Tugas tim pun semakin mudah.
Dari buku babon itu, lantas tim menelusuri sejarah dan jejak yang masih ada hingga kini. Mulai adanya bunker yang dibuat tentara Jepang, hingga berbagai foto para tokoh pejuang yang masih disimpan para kerabat.
Kerja keras tim tersebut akhirnya terbayar. April 2007 buku dilaunching. Namun saat itu dicetak terbatas. Yang memprihatinkan, jumlah buku tersebut kini sangat berkurang. Sudah begitu, tak banyak orang yang membacanya. Karena itulah, Kadar berharap, agar generasi sekarang tidak melupakan sejarah. Dia juga berharap agar Pemkab ikut peduli. Sehingga, sejarah itu akan terjaga dan terdokumentasi secara rapi.
"Mestinya, pemerintah memperhatikan hal itu," papar pria yang kini menjadi Takmir Masjid Akbar Anas Machfud Lumajang ini.
Sang Pahlawan Keluarga
Cukup asri. Itulah sepintas gambaran suasana rumah Kadar Sriyono. Berada di bilangan Yos Sudarso 50, rumah itu tak terasa bising. Padahal, rumah itu ada di pinggir jalan raya. Ini karena Kadar menata rumahnya dengan apik. Halaman depan dibuat lumyan luas, sementra bangunan rumah dibikin agak masuk. Pohon cherry dibiarkan tumbuh teratur di samping rumah semakin membuat sejuk suasana.
Dirumah itulah Kadar Sriyono tinggal bersama anak-anaknya. Kadar adalah anak kapten Moch. Addak, Komandan CODM Randuagung yang sempat bertempur di medan perang pada 1945 lalu. Kadar tak ingin melupakan sejarah. Lebih-lebih, dia dalah anak pejuang. Kini, Kadar memilih lebih banyak aktif di kegiatan sosial. Bagi Kadar, itulah cara untuk meneruskan perjuangan orang tuanya. Bukan lagi dengan cara perang, tapi mengabdi untuk masyarakat.
Sebagai rasa syukur dan penghormatan kepada para leluhur, dia acap merapal doa khusus untuk para pejuang. Menjelang peringatan kemerdekaan seperti ini, Kadar semakin rajin merapal doa. Tak hanya kepada orang tuanya yang pejuang, tapi diperuntukkan bagi seluruh pejuang. "Kita tak boleh melupakan sejarah," katanya.
Kadar memang sangat perhatian kepada sejarah. Lebih-lebih yang terkait dengan kemerdekaan. Tak heran jika kini dia juga didapuk sebagai Ketua Dewan Harian Cabang (DHC) Badan Pembudayaan Kejuangan '45.
Sebagai anak pejuang, dirinya paham betul bagaimana kerasnya perjuangan merebut kemerdekaan. Lekat dalam benaknya bagaimana sang ayah menceritakan letihnya perjuangan. "Semua cerita bapak terpatri kuat di benak saya," kata pria yang juga aktif dalam organisasi Pemuda Panca Marga (PPM) ini.
Kadar pun memegang kuat semua petuah ayahandanya. Dan kini, dia mencoba menularkan semangat perjuangan itu ke anak-anaknya, juga anak-anak muda generasi bangsa. Kepada anak-anaknya, Kadar selalu menanamkan semangat juang. Dengan cara itu, dia berharap rasa nasionalisme tertancap pada anak cucunya kelak. "Hal itu sangat penting. Mengingat saat ini banyak rongrongan yang masuk untuk membuat keropos bangsa Indonesia," paparnya.
Rupanya, sikap dan pola pikir Kadar itu pula yang membuat Tutik Rusmiani jatuh hati. Hingga, dia pun mantap ketika dipinang. Baginya, seorang suami adalah pejuang. "Perhatian dan kebijaksanaan dalam memimpin keluarga, membuat saya tentram," kata Tutik.
Kadar sendiri sehari-hari sangat sibuk. Di usianya yang tak muda lagi, Kadar ingin berbuat. Meski demikian, Kadar tak pernah lengah memberikan perhatian kepada keluarga. Kesahajaanya itulah yang membuat Kadar mendapat julukan pejuang di mata keluarga. "Beliau adalah pahlawan kami," papar Tutik saat menilai sang suami.
Titanium White octane - TITanium Arts
BalasHapusTitania titanium mug Classic · titanium solvent trap monocore Piece Classic titanium build · tungsten titanium Piece Classic · Piece titanium flat irons Classic