Dari Toga Sampai Hotel

Dari Toga Sampai Hotel

Bisnis prostitusi di Lumajang ternyata sudah menyebar. Yang terang-terangan menjamur. Yang terselubung pun mulai bermunculan. Yang terselubung ini cukup rapi.

Kembang Ayu malam itu duduk sendiri. Di depan rumah warga di kawasan jalan Veteran, dia berusaha berlindung di gelap malam. Dia tidak sedang menunggu tamu, melainkan menunggu pacarnya yang asyik menonton bola di salah satu warung di kawasan tersebut.

Malam beranjak larut. Sekira pukul 12 malam. Berbikini, dia membiarkan rambut panjangnya terurai. Kaos you can see dia kenakan dibalut dengan jaket warna teriur asin berlengan panjang.

Kembang Ayu sebenarnya perempuan berumur. Sudah 53 tahun! Kepada koran ini, dia mengaku kelahiran 1961. Asli kelahiran Tempeh, sekarang mengontrak rumah di kawasan
Kunir.

Ya, Kembang Ayu memang sudah tidak muda lagi. Meski dipoles sana sini, kerut wajahnya tak bohong. Di ujung senja hidupnya, menjadi kupu-kupu malam memang bukan pilihannya. "Hasilnya buat modal usaha," kilahnya.

Perempuan yang mengaku kerja ngamen kepada anak-anaknya tersebut mengaku masih saja laku. "Kalau tidak laku, ngapain kerja," katanya sedikit cemberut. Di kawasan Taman Toga, penjaja cinta satu malam memang sudah berumur.

Peminatnya juga terbatas. Yang menjadi incaran adalah abang becak, dan para hidung belang berkantong tipis. Sekali servis, Kembang Ayu mengaku hanya memasang tarif Rp 10 ribu. "Khusus abang becak," ucapnya.

Tarif normalnya, kata dia, antara Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Murah benar memang. Tapi, tetap saj ditawar. "Kadang, karena nggak ada kembalian terpaksa bayar Rp 20 ribu," ungkapnya.

Dia mengatakan, di Taman Toga sekarang tidak lagi banyak penghuni. Hanya bisa diitung jari. Peristiwa pembunuhan salah satu PSK di kawasan itu menjadi sebabnya. Kembang Ayu mengaku, pembunuhan beberapa bulan lalu itu hingga sekarang masih belum terungkap. "Belum tahu siapa pembunuhnya," ungkapnya. Dikatakan Kembang Ayu, awalnya ada belasan yang bekerja di sana.

Para penjaja seks tersebut biasa menunggu tamu di tempat remang dan warung-warung. Begitu deal, mereka akan bergerak ke pinggiran sungai. Juga, beberapa lahan kosong sepanjang Taman Toga dan jalan Veteran. "Ada yang nekat di pinggir jalan," ungkapnya.

Selain Taman Toga, kawasan Embong Kembar juga menjadi tempat esek-esek. Namun, kawasan tersebut dikuasai para waria. Mereka biasa berdiri di pinggir jalan untuk menarik minat para hidung belang.

Kisah di atas cuma sepenggal dari maraknya bisnis esek-esek di Lumajang. Selain beberapa tempat prostitusi liar di Dolog, Kabuaran atau yang pinggiran jalan kota itu, masih banyak yang terselubung. Cukup sulit mendeteksi keberadaannya. Ya, itu karena memang semuanya dikemas sangat rapi. Yang model beginian, mereka tak memajang diri. Tapi, lewat combe. Ada pula yang memanfaatkan gadget. Mulai canggih.

Jaringan mereka lumayan rapi. Tarifnya, sudah pasti lebih mahal. Mereka yang bergerak terselubung ini masuk kelas atas. Dan, tempat kencannya pun tentu saja tak sembarangan. Di hotel.

Sebut saja namanya Don Juan. Lelaki paruh baya ini sudah banyak tahu lika liku malam di Lumajang. "Banyak. Mau yang mahasiswa atau abu-abu," katanya kepada koran ini. Dunia prostitusi di Lumajang disebutnya sangat terselubung.

Jawa Pos Radar Semeru berhasil mewawancarai lelaki yang sering memanfaatkan para pekerja seks kelas atas ini. Dia mengaku, selama ini aman-aman saja membooking perempuan penghibur itu. Caranya pun tak bias sembarangan. Harus masuk ke jaringan mereka dan tak sembarangan orang bisa mengaksesnya.

Awalnya, dia mengaku bias mengencani perempuan penghibur kelas atas itu lewat combe. Baru setelah bisa masuk ke jaringan mereka, dia mengaku cukup mudah bisa mengencani para perempuan penghibur itu.

Mereka bekerja dengan rapi. Tidak semua orang mereka layani. Mereka juga tidak mempromosikan diri. Tarifnya bervariasi, antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Setelah harga deal, biasanya lanjut ke kamar hotel.

Di Lumajang sendiri, berdasar investigasi koran ini, hanya sedikit hotel yang selektif menerima tamu berpasangan. Bahkan, yang parah, ada hotel yang justru berani menawarkan jasa perempuan penghibur. Meskipun, itu tidak dilakukan oleh manajemen hotel, tapi oknum.

Koran ini sempat mengencani Kembang Cantik, —bukan nama sebenarnya-- . Dia termasuk perempuan penghibur kelas atas. Dia membenarkan jika tidak sembarangan orang bisa mengajak dia dan teman-temannya kencan. "Harus hati-hati," ungkapnya. Dia juga mengaku, menjual diri hanya sebagai sampingan. "Saya pilih-pilih," tambahnya.

Menjadi perempuan penghibur, kata dia, awalnya karena pergaulan. Mengawali kerja sebagai SPG, pegaulannya akhirnya meluas. Ternyata, dia tidak begitu kuat menjaga diri. "Awalnya dengan teman kerja," ungkapnya.

Bukan ketagihan yang membuat dia benar-benar terjerumus. Melainkan karena tuntutan gaya hidup. Hidup dari kafe ke kafe membuatnya harus selalu tampil modis. "Ndak mungkin cukup kalau tidak nyambi," katanya. Dia juga membenakan jika selama ini cukup mudah masuk dan kencan di hotel. Tak semua hotel di Lumajang selektif menerima tamu.

0 Response to "Dari Toga Sampai Hotel"

Posting Komentar