Di Sana Dolly, Di Sini Dolog

Di Sana Dolly, Di Sini Dolog

Lokalisasi Dolly sudah resmi ditutup, 18 Juni kemarin. Ada 28 penghuninya yang ber-KTP Lumajang. Meski cuma 28, banyak yang waswas. Jangan-jangan mereka nanti...

"Woh, kiro-kiro akeh sing pindah mrene iki. Mulih nang Majang." Obrolan seperti itu pekan kemarin bersliweran di warung-warung kopi yang banyak tersebar di Lumajang. Meluncur deras. Ada yang bernada guyon, ada pula yang serius. Bahkan ada yang nakal, berceletuk “Enak wis nggak usah uang nang Dolly.”

Susah membedakan omongan itu serius atau tidak. Tapi yang terang, kabar penutupan Dolly juga jadi perbincangan hangat. Tak hanya di warung-warung kopi. Tapi, di kantor-kantor pun kabar ini sempat jadi topik serius. Lebih-lebih pasca koran ini memberitakan, ada 28 pekerja seks komersial (PSK) di Dolly yang warga Lumajang. Spekulasi tentang 28 PSK eks Dolly asal Lumajang itu pun tak bisa dicegah. Dan, faktanya, di Lumajang, dunia esek-esek itu bukannya sudah mati. Masih ada meski sejatinya lokalisasi sudah ditutup jauh-jauh hari. Di eks lokalisasi Dolog misalnya.

Pantauan Jawa Pos Radar Semeru, ingar bingar eks lokalisasi Dolog masih terasa. Selain itu, masih banyak titik-titik mangkal para PSK. "Ya bisa saja tim mereka (mantan PSK Dolly asal Lumajang) pulang terus beroperasi lagi di sini. Majang punya Dolog," kata Iwan, warga Tompokersan.

Spekulasi-spekulasi itu bukan tanpa alasan tentu. Semua kemungkinan bisa terjadi. Tapi, Pemkab Lumajang rupanya sudah berusaha sigap. Kepada Jawa Pos Radar Semeru, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, Sulsum Wahyudi mengaku sudah diajak koordinasi dengan provinsi terkait 28 orang PSK asli Lumajang tersebut. Dia mengakui, keberadaan 28 PSK Dolly asal Lumajang itu menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Sebab, pihaknya harus bisa memastikan tidak ada penyakit menular pada diri PSK tersebut. "Kalau kita, lebih pada sisi kesehatannya,” katanya, ketika itu.

PSK, kata Sulsum, memang sangat rentan terhadap penyakit kelamin bahkan HIV/AIDS. Penyakit tersebut banyak disebabkan karena perilaku seksual yang bersangkutan. Berpindah-pindah pasangan, menjadi salah satu sumber penyakit tersebut.

Para PSK tersebut, kata dia, saat ini menjadi konsentrasi khusus. Sebab, setelah mereka dipulangkan dari Dolly, mereka akan menyebar. Dikhawatirkan, mereka tetap membuka praktik seperti yang mereka lakukan di Gang Dolly dan ini berbahaya. "Tentu, yang kita tangani terkait dengan kesehatan. Seperti meminimalisir penularan," tambahnya.

Kekhawatiran juga sempat muncul dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Lumajang, Samsul Huda. Dia meminta semua pihak terkait untuk proaktif. Penutupan Dolly di Surabaya, kata dia, bisa jadi membawa efek negatif untuk Kabupaten Lumajang. "Jangan sampai, setelah Dolly ditutup, alumninya membuka praktik di Lumajang," katanya.

Wakil Bupati Lumajang, Drs H As'at Malik pun tak urung ikut angkat bicara. Pria yang juga lebih dikenal sebagai dai ini mencoba bersikap arif. Dia meminta masyarakat tidak menolak "alumni" Dolly tersebut untuk kembali ke masyarakat. Sebab, kata As'at, mereka ingin bertobat dan tidak bekerja lagi sebagai pekerja seks komersial. "Mereka kembali ke masyarakat, berarti kan mau tobat," ucapnya. Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat mendorong dan mendukung para "alumni" Dolly tersebut agar tidak jatuh lagi ke dunia hitam.

Namun, dia juga meminta kepada para mantan PSK Dolly tersebut untuk tidak membuka praktik di Lumajang. Mereka harus benar-benar kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan benar-benar meninggalkan pekerjaan sebagai wanita penghibur. "Jangan buka cabang di Lumajang," kata As'at Malik.

Pemkab Lumajang, kata dia, juga sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait dengan rencana pemulangan 28 PSK asli Lumajang tersebut. Selain meminta Dinkes dan Dinas sosial untuk mengawal proses tersebut, dia juga mengaku sudah meminta kepada kepala-kepala desa untuk melacak warganya yang bekerja di lokalisasi Dolly di Surabaya. "Kepala-kepala desa juga kami minta untuk ikut mengawasi," ucapnya.

Dia juga mengatakan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), khususnya dengan ikatan da'i lokalisasi di Surabaya. Tujuannya agar mereka tidak terjerumus lagi sebagai kupu-kupu malam.

As'at berharap, para alumni Dolly tersebut nantinya benar-benar membaur dengan masyarakat. Dia juga meminta agar masyarakat benar-benar menerima para PSK tanpa ada diskriminasi.

Pemkab Lumajang juga akan memberikan pelatihan untuk para PSK tersebut Namun. As'at mengaku pelatihan tidak serta merta dilakukan dalam waktu dekat. Dia mengatakan akan melihat dulu apa kebutuhan para PSK tersebut.

Apalagi, dia mengatakan, Pemkot Surabaya dan Pemrov Jatim sudah memberikan pelatihan dan bantuan modal bagi para PSK tersebut. Dia berharap, keterampilan yang sudah diajarkan dan modal yang sudah diberikan nantinya benar-benar ditekuni oleh para PSK itu.

Namun, ketika pada perjalannya nanti dibutuhkan pelatihan lagi bagi para mantan penghuni tiang Dolly itu. Pemkab Lumajang, tentu tidak akan tinggal diam. "Prinsipnya, kami akan membantu," tegas As'at Malik.

Sekretaris Kabupaten Lumajang, Buntaran Supriadi menambahkan, pemerintah memang tidak boleh tinggal diam terkait dengan pemulangan 28 PSK alumni Dolly tersebut. Sebab, bagaimanapun mereka adalah warga Lumajang.

Dia mengatakan, 28 alumni Dolly tersebut tersebar di 16 kecamatan. Kecamatan Jatiroto disebutnya sebagai penyumbang terbanyak. Ada 5 mantan PSK Dolly yang berasal dari Jatiroto. "Itu data yang kita terima dari provinsi," ungkap pria yang juga berdomisili di Kecamatan Jatiroto tersebut.

Pemkab Lumajang tentu harus memverifikasi ulang ke 28 PSK tersebut. Data-data itu nantinya akan di crosscheck lagi ke lapangan. Apa benar 28 orang itu berasal dari Lumajang atau tidak.

Melalui kantor sosial, kata dia, nantinya 28 "alumni" Dolly tersebut didatangi. Lalu ditanyakan keterampilan apa yang dinginkan oleh para mantan kupu-kupu malam tersebut. Pemkab Lumajang memastikan akan memfasilitasi nya.

Dia juga meminta agar para mantan PSK tersebut tidak kembali membuka praktek di Lumajang. Sebab, penutupan Gang Dolly dimaksudkan agar para PSK disana kembali ke masyarakat dengan normal. "Tujuannya kan kesana,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Sosial, Imam Suhadi mengatakan, 28 mantan PSK Dolly asal Lumajang tersebut butuh di verifikasi. Bisa jadi jumlahnya berkurang atau bahkan bertambah. "Soalnya itu kan datanya provinsi," ucapnya.

Dia mengatakan, untuk memastikan ke 28 alumni Dolly yang berasal dari Lumajang, dia sudah meminta bantuan tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK). Mereka sudah diberitahu tentang penutupan Dolly dan nama-nama "alumni" Dolly yang kemungkinan berada di wilayahnya. "TKSK itu ada di setiap kecamatan," ungkapnya.

Melalui bantuan TKSK dan kepala desa, dia mengaku sangat mungkin keberadaan alumni Dolly tersebut terlacak. Namun, dia memastikan bahwa pendekatan kepada mantan PSK Dolly tersebut dilakukan secara persuasif. Dari tenaga TKSK itu juga nantinya ke 28 PSK itu ditanyakan minatnya ke depan. "Baru kita agendakan pelatihan," ungkapnya.

Hingga kemarin, dia mengaku masih belum tahu pasti apakah sudah ada yang pulang ke Lumajang atau tidak. Rencananya, baru hari ini mereka akan mengumpulkan TKSK dan sejumlah dinas terkait untuk mengkoordinasikan hal tersebut.

Mendeteksi kepulangan para mantan PSK Dolly itu tentu saja rumit. Sebab kebijakan Pemkot Surabaya dan pemprov tidak memulangkan mereka secara bersamaan. Mereka boleh pulang sendiri-sendiri, tujuannya agar mereka tidak terlacak sebagai mantan PSK Dolly. "Ini pertimbangan kemanusiaan saja," imbuhnya.

Para mantan PSK Dolly hanya mendapatkan bantuan transport Rp 250 ribu per orang. Mereka juga diberikan uang saku Rp 1.8 juta untuk biaya hidup selama tiga bulan. Selain itu, mereka juga diberikan modal usaha Rp 3 juta. "Khusus yang modal usaha, ditransfer ke rekening masing-masing," ungkapnya.

0 Response to "Di Sana Dolly, Di Sini Dolog"

Posting Komentar