Tukang Bakso Ingin Haji
Ini kisah tukang bakso. Perangainya sopan dan amat ramah kepada pera pembelinya. Bila dicermati, ada kebiasannya yang unik. Dia selalu memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu dia simpan di dompetnya yang lusuh. Satunya lagi dia simpan di laci tempat uang yang ada di rombong, dan sisanya dimasukkan ke dalam kaleng bekas kue.
Suatu ketika, ada langganannya yang penasaran akan kebiasaannya itu. Setelah menikmati bakso dan membayar, dia bertanya kepada tukang bakso itu.
"Bang, kalau boleh tahu kenapa uang-uang kok dipisah-pisahkan naruhnya?" Tukang bakso itupun lantas menceritakan kebiasaannya itu. Dia bilang kebiasannya itu sudah berlangsung sekitar 15 tahun lalu. Tujuannya sederhana. Hanya ingin memisah-misahkan mana yang jadi haknya, hak orang lain, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman.
"Maksudnya Bang ?" si pelanggan itupun semakin penasaran. Tukang bakso itupun kembali menjlentrehkan maksudnya. Kata dia, agama dan Allah menganjurkan agar kita senantiasa berbagi dengan sesama. Itulah kenapa dia membagi tiga uang yang diperolehnya tiap hari.
Uang pertama dia masukkan ke dompet. Artinya, uang itulah yang akan dia bawa pulang. Nanti di rumah akan dia bagi. Sebagian untuk belanja jualan esok harinya, dan itu yang mengelola istrinya. Sisanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Uang kedua dia masukkan ke laci rombongnya dengan tujuan akan dipakai sedekah. Lantas, ketiga dia simpan di kaleng bekas kue yang dia bentuk seperti celengan. "Tujuannya, uang itu saya kumpulkan kelak untuk menyempurnakan agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji," katanya.
Dia juga menjelaskan, bagi orang seperti dirinya, tak mungkin rasanya tiba-tiba bisa mengumpulkan uang banyak untuk daftar haji. Karena itulah, dia berunding dengan istrinya untuk menyisihkan uangnya ke dalam tiga tempat itu. "Kami sepakat menyisihkan uangnya ke dalam tiga tempat itu. "Kami sepakat tiap hari menyisihkan sebagian dari hasil jualan bakso untuk masuk kotak ini. Biaya daftar haji kan mahal. Tapi, Insya Allah, kami sudah daftar dan tinggal menunggu giliran serta mengumpulkan untuk pelunasannya nanti," kata tukang bakso tersebut.
Mendengar penjelasan itu si pelanggan tadi tersentuh. Sebuah jawaban sederhana yang teramat mulia. Sejurus kemudian dia pun tersadar. Dia merasa nasibnya jauh lebih baik dari tukang bakso itu. Penghasilannya sebagai pegawai kantoran sudah cukup lumayan. Tapi, sejauh ini tak pernah terpikir berbuat seperti apa yang dilakukan tukang bakso langganannya itu. Dia justru lebih banyak berpikir bagaimana menambah kekayaaanya. Pengin ganti mobil, renovasi rumah dan seabreg keinginan lainnya. Bahkan, tak jarang dia suka berlindung di balik belum banyak rejeki ketika ingin bersedekah atau beramal. Pun soal haji. Dia juga selalu berlindung di balik belum mampu dan belum merasa mendapat panggilan Allah.
Namun, pelanggan bakso itu masih penasaran. "Tapi Bang.. ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu." Belum sempat dia menutup mulutnya karena ingin melanjutkan pertanyaannya, si tukang bakso itu sudah menjawab. "Itulah sebabnya Pak. Saya justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu itu bukan hak orang lain. Tapi, kita dibebaskan mendefinisikan sendiri," katanya.
Tukang bakso itu pun mengatakan, jika seseorang mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka bisa jadi selamanya dia akan menjadi manusia tidak mampu. "Sebaliknya jika kita mendefinisikan diri sendiri mampu, Insya Allah dengan segala kekuasaan dan ke-Maha Besaran-Nya, Allah akan memberi jalan."
Masya Allah... sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso.
0 Response to "Tukang Bakso Ingin Haji"
Posting Komentar