Punya Tujuh Bank Sampah

Adipura Lumajang - Punya Tujuh Bank Sampah

Jangan main-main dengan Lumajang. Lebih-lebih urusan adipura. Kabupaten kecil yang berbatasan langsung dengan Jember, Malang, dan Probolinggo ini jawaranya. Jika kota/kabupaten lainnya masih terseok-seok untuk memperoleh atau mendapatkannya, Lumajang sudah langganan. Dari sepuluh tahun digelar, cuma sekali Lumajang kecolongan alias lolos tak dapat penghargaan bergensi di bidang kebersihan lingkungan itu.

Sodik yang kini tinggal dan sukses di Jakarta ini mengaku, rasa gemas sudah dipendamnya lama. Tak sendirian. Warga asli Lumajang yang kini merantau, lanjut Sodik, memiliki perasaan yang sama. Karena itulah, dia bersama teman-temannya ingin berbuat. Agar Lumajang semakin maju, agar Lumajang tak lagi disebut seperti usus buntu. Mereka merasa mangkel jika Lumajangdapat sebutan seperti itu.

Sejak 2005, sudah Sembilan kali piala adipura dengan criteria kota sedang disabet Lumajang. Hanya sekali absen, yakni tahun 2011. "Karena waktu itu, mekanisme penilaian dirubah dan grade penilaiannya ditingkatkan," ungkap Nurul Huda Kepala Dinas kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Lumajang.

Awal bulan kemarin, kabar baik yang selalu diharap-harap itu datang lagi. Wakil bupati Lumajang, As’at Malik dan Kepala DKLH, Nurul Huda, menerima langsung penghargaan tersebut dari Wakil Presiden Budiono di istana kepresidenan.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat Lumajang konsisten juara? Tidak gampang tentu. Butuh manajemen dan keuletan dalam memelihara lingkungan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Program dari kementerian lingkungan hidup ini butuh kerja keras dari dinas yang bersangkutan sampai jajaran di bawahnya.

Persiapannyapun juga dilakukan dalam waktu relatif lama. Termasuk partisipasi masyarakat harus diutamakan dalam menjaga kelestarian lingkungan dari sampah-sampah. Nurul menerangkan, adipura dinilai dua tahap. Pertama pada Oktober sampai November, kedua pada bulan April.

Kemudian dievaluasi sebagai nominasi lalu diverifikasi langsung oleh jajaran kementerian. Secara fisik persentasenya 80 persen, dan dalam bentuk profil laporan tertulis obyek sasaran 20 persen. "Alhamdulillah, Lumajang mendapat nilai 76,03," katanya.

Nilai tersebut lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang hanya 75. Nilai itu juga termasuk lima besar tertinggi dalam skala nasional. Berada di atas 11 kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur untuk kategori kota sedang.

Objek penilaiannya pada fasilitas umum, objek wisata, sungai, sekolah, terminal, pasar dan rumah sakit. Semuanya berjumlah 72 titik sasaran penilaian. Di antaranya untuk fasilitas umum seperti sekolah ada sebanyak 12 titik. Seperti SD Kepuharjo, Kawasan Sekolah Unggulan Terpadu (SUT), SMAN 1, SD Ditotrunan, SMP Sukodono, ada 12 lokasi sekolah.

Untuk taman seperti taman kota, hutan kota, alun-alun, Kawasan Wonorejo Terpadu (KWT), dan Terminal Wonorejo. Yang paling tinggi nilainya adalah Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Jika dilakukan skor, TPA dialokasikan 9 poin. Sementara terminal, pasar dan sekolah berada di bawahnya. Terpeting dari semua penilaian itu adalah pada partisipasi masyarakat.

Cara efektif dalam memancing reaksi masyarakat, kata Nurul Huda adalah membangun kelompok-kelompok masyarakat. Salah satunya adalah di kawasan Kelurahan Ditotrunan Kecamatan Lumajang yang membentuk struktur pengelolaan bank sampah.

Masyarakat setempat, tambah Nurul, sudah lama memiliki kesadaran pola hidup bersih dan berperan dalam pengelolaan sampah. Rumah sakit, pasar, terminal dan sekolah sekalipun, menurut dia, juga diberlakukan cara itu dengan mengkoordinasikan bersama dinas terkait. Selain membangkitkan semangat partisipasi masyarakat lewat masyarakat umum maupun kordinasi dengan SKPD terkait, manajemen DKLH menurut dia juga dipertaruhkan. Utamanya dalam penanganan sampah.

Dengan fasilitas yang dimiliki, Nurul mengaku sebanyak tujuh bank sampah yang ada selalu dioptimalkan untuk partisipasi masyarakat. Setiap hari bank sampah yang diklasifikasi dalam bentuk sampah organic dan anorganik itu dikirim ke TPS yang ada di kawasan Tempeh. Sampah itupun, kata dia, tidak langsung dibuang.

Sampah organik diolah menjadi pupuk organik, dan sampah anorganik dipilah untuk didaur ulang menjadi kerajinan. Salah satunya menjadi bunga menarik berbahan dasar dari sendok plastik dan dijual di pasaran.

Direbutnya adipura ini memang membanggakan. Tetapi mempertahankan lebih sulit daripada meraih. Ke depan, tentu harus ada peningkatan agar bias kembali mempertahankan medali adipura.

Eko Romadhon Direktur Bank Sampah Lumajang menjelaskan pengelolaan sampah ini harus terus ditingkatkan. Karena, jika tidak sampai terurus, akan berdampak pada penilaian adipura tahun yang akan datang. "Untuk tahun depan, penilaian akan lebih ketat terutama dalam pengelolaan sampah," katanya.

0 Response to "Punya Tujuh Bank Sampah"

Posting Komentar