Mengusung Semangat 'Lumajang Resik' Sebagai Gaya Hidup

Mengusung Semangat 'Lumajang Resik' Sebagai Gaya Hidup

Oleh: Zainul Hidayat

‘LUMAJANG BERGERAK’. Di tengah suasana Kabupaten Lumajang yang dinamis dan nyaman, tiba-tiba serasa lain pada hari Jumat (26/09/2014). Ribuan masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat kota Pisang bergotong royong membersihkan aliran sungai khususnya yang ada di kawasan dalam kota Lumajang dengan mengusung tema 'Lumajang Resik'.

Hanya dalam waktu sekejap wajah sungai di kawasan kota berubah. Onggokan sampah nyaris tiada, air pun mengalir dengan tenang. Suatu pemandangan yang langka di tengah kehidupan dan dinamika masyarakat yang cenderung indiviaulis dan acuh tak acuh. Kemudian muncullah beragam pernyataan dukungan dari para petinggi dan pemangku di Kabupaten Lumajang yang intinya memberikan dukungan terhadap acara tersebut. Mulai dari Wakil Bupati Lumajang, Ketua DPRD, Dandim dan Wakapolres Lumajang (Radar Semeru, 27/09/2014).

Sebagai suatu ide, gerakan missal 'Lumajang Resik' yang mengadopsi Prokasih (Program Kali Bersih) patutlah memperoleh apresiasi. Tidak semua daerah baik Kabupaten maupun Kota di Jawa Timur khususnya mampu menyelanggarakan. Terlebih dengan melibatkan dan menghimpun ribuan relawan. Bukan hanya berhenti sampai di sini, masyarakat juga dengan rela menyumbangkan logistik untuk keperiuan 'Lumajang Resik'. Semangat untuk berbuat dan peduli jelas teriihat secara nyata. Sungguh merupakan perbuatan mulia dan patut dicatat dalam tinta emas.

Tentunya, semangat untuk berbenah dengan menjaga kebersihan yang telah terbukti pada 'Lumajang Resik' tidak berhenti setelah acara seremonial. Sosok-sosok yang terlibat dalam kegaiatan ini merupakan makhluk yang paling mulia di muka bumi ini. Maka sejatinya esensi 'Lumajang Resik' harus mampu menembus relung hati setiap pribadi untuk selanjutnya ke arah cakupan yang lebih luas. Ada penghayatan yang mampu mengetuk nuraninya.

Munculnya semangat esensi ini diharapkan mampu menularkan dan berimbas untuk berjiwa bersih terhadap lingkungan sekitar. "Kebersihan Pangkal Kesehatan" dan "Kebersihan Sebagian Dari Iman" bukanlah sekedar bermakna filosofi lahiriah, lebih dari itu mencakup lingkungan bersih, bersih dalam hidup dengan masyarakat untuk selanjutnya menembus batiniah. Sifat bersih ini terbias dalam perbuatan dan tingkah laku sesuai bidangnya masing-masing. Karena keluar dari hati yang bersih, maka setiap langkah dan kebijakan tentu mempertimbangkan berbagai aspek yang ada bukan lagi sepihak apalagi sarat dengan kepentingan.

Wujud lain secara lebih sederhana, masyarakat semakin mempunyai perhatian lebih terhadap lingkungan. Kemudian muncul perubahan pola masyarakat dalam beraksi nyata terhadap kebersihan. Di sisi lain, siapa pun tidak lagi sembarangan dalam membuang sampah, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari sungai tersebut. Sungai tetap mengalirkan air bersih dan dimanfaatkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Sekaligus membantu problema air bersih yang terus melilit warga.

Di level pejabat atau pemimpin, esensi bersih diwujudkan dalam bentuk menjalankan amanah dengan jiwa yang bersih terhindar dari hal-hal yang mampu mengotori pemikirannya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil. Melaksanakan tugas dan kewajiban dengan hati dan jiwa bersih tentu saja menjauhkan dari problema di kemudian hari. Termasuk tindak korupsi yang sekarang lagi marak. Sekali lagi ini hanya bisa terealisasi manakala ada niat dari hati yang bersih.

Tentu saja dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai obyektifitas dan sportivitas serta transparan dalam penilaian yang dilakukan pihak-pihak yang berkompenten. Tak lupa menjauhkan diri dari praktek-praktek kotor dengan melakukan praktek-praktek yang justru menjauhkan diri dari niat dengan hati yang bersih. Seperti yang pernah terjadi, ada oknum Walikota mengalokasikan anggaran tertentu untuk merebut piala Adipura. Akibatnya oknum ini harus berurusan dengan proses hukum. Semestinya hal ini patut dihindari demi tegaknya clean and good goverment.

Imam Al-Ghozali mengungkapkan hati manusia laksana cermin. Bila ada debu yang menempel maka segeralah dibersihkan, agar dapat menjadi bersih dan kemilau dan kembali. Bila debu yang menempel dipelihara dan dibiarkan maka akan tebal dan menjadi daki dan sulit untuk mengkilap kembali seperti semula. Ini merupakan ilustrasi nyata dari hati manusia yang bersih tentu bisa menerima saran, kritik didasari kesadaran akan kekurangannya. Sementara hati yang sudah terbalut sifat kotor, iri dengki dan sombong menganggap saran yang membangun merupakan upaya menggurui sehingga sulit untuk menerima kritik yang sifatnya membangun sekalipun, jangankan dari bawahan, dari atasan pun akan dianggap sebagai angin lalu semata.

Dalam perspektif agama Islam, kebersihan bukan lagi sekedar sesuatu yang terpuji melainkan suatu persyaratan kesempurnaan ibadah tertentu. Perintah wudlu sebelum sholat sungguh mengandung pelajaran dan bernilai amat luhur tentang makna kebersihan. Dengan berwudlu seseorang muslim khususnya diingatkan untuk selalu menjaga kebersihan lahir yang selanjurnya menembus relung batiniah. Islam adalah ajaran yang menekankan adanya keseimbangan. Sholat misalnya, baru akan bernilai sah manakala keterpaduan antara kebersihan batin, berupa keikhlasan dan loyalitas kepada sang Kholiq. Lingkungan tempat sholat harus bersih dari berbagai hal yang najis. Semakin dalam pemahaman seseorang tentang kebersihan seharusnya signifikan dengan aplikasi di kehidupan nyata sehari-hari.

Kecintaan seseorang untuk memelihara dan menjaga kebersihan tak lepas dari kebiasaan dan pembiasaan.

Seseorang yang terbiasa dengan hidup bersih, maka tidak akan rela manakala ada sampah berserakan karena merupakan tindakan nyata tidak bersih. Maka dari itu momentum 'Lumajang Resik' mestinya menjadi lecutan semangat dan motivasi untuk menjadikan kebersihan sebagai suatu hal yang sudah tidak bisa dipisahkan. Budaya ini akan menjadi baik kalau dimulai dari ruang lingkup kecil, yaitu keluarga. Untuk kemudian menularkan virus-virus positif ke lingkungan yang lebih luas. Dengan kata lain, memulainya dengan memberikan teladan terlebih dahulu. Begitu juga seterusnya, sampai akhirnya muncul dalam pemikiran 'ada yang tidak pas kalau tidak bersih' yang harus dimaknai dengan seutuhnya dan komperehensif.

Kebersihan bukan sekedar perintah manusia, melainkan juga perintah agama. Bukan saja berdimensi duniawi namun juga ukhrowi. Dengan kata lain, 'Lumajang Resik ' bukanlah segala-galanya juga bukan tujuan akhir namun sasaran antara menuju makna kebersihan yang lebih makro. Dengan harapan, kebersihan merupakan menjadi bagian dari pedoman hidup dalam konteks seluas-luasnya. 'Lumajang Resik' yang sudah dilaksanakan dengan susah payah jangan sampai kehilangan roh esensi krusialnya di tengah percaturan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Apalagi sampai hanya sekedar menjadi onggokan catatan sejarah, lebih ironis lagi manakala ada dan tiadanya sama saja.

Melihat esensi yang krusial dari 'Lumajang Resik' ini maka sudah selayaknya manakala menjadikannya sebagai gaya hidup khususnya bagi warga Kabupaten Lumajang.

Sehingga setiap denyut nadi kehidupan yang ada dan dilalui dalam kesehariannya selalu menjadikanya 'Lumajang Resik’ sebagai salah satu pedoman dan acuan dalam bertindak. Dimana pun dan kapan pun serta dalam berbagai profesi dan pekerjaan. Disadari atau tidak, secara langsung maupun tidak, mengemban dan melaksanakan serta mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam 'Lumajang Resik’ merupakan salah satu modal penting dalam upaya mewujudkan visi Kabupaten Lumajang yaitu 'Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan Bermartabat'.

Untuk menjadikannya semangat 'Lumajang Resik' sebagai gaya hidup bukanlah perkara mudah. Khususnya dalam menghadapi sebagian masyarakat yang sudah terlena dengan launching berbagai acara atau pun program yang seringkali tidak ada tindaklanjut dan berhenti hanya sampai pada tataran seremonial. Maka dari itu, pemerintah (baca: Pemkab Lumajang) harus memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi komponen maupun elemen-elemen masyarakat yang mempunyai komitmen meneruskan 'Lumajang Resik'. Di lini pemerintahan sendiri, perlu penguatan dan sinergitas yang solid, sehingga agenda 'Lumajang Resik' bisa dilaksanakan secara berkesinambungan. Sebagai sebuah stimulan, 'Lumajang Resik' (26/09/2014) telah berhasil memacu semangat untuk hidup bersih secara utuh. Namun ini hanya merupakan langkah pertama. Perlu langkah-langkah berikutnya, sampai pada akhirnya 'Lumajang Resik' mampu memperoleh pemahaman seutuhnya dari masyarakat dan menjadikannya sebagai gaya hidup. Semoga...

*) Penulis adalah Dosen STIE Widya Gama Lumajang dan alumni fakultas Ekonomi Universitas Negeri Trunojoyo

0 Response to "Mengusung Semangat 'Lumajang Resik' Sebagai Gaya Hidup"

Posting Komentar