Kisah Nenek Penjual Sapu
Seorang teman menceritakan kekagumannya pada seorang nenek penjual sapu. Ketika itu dia dan ibunya tergoda membeli ayam goreng di depan pasar untuk sajian makan malam. Kebetulan hari mulai gelap. Di samping warung ayam goreng tersebut ada seorang nenek berpakaian lusuh bak pengemis. Dia duduk bersimpuh tanpa alas sambil merangkul tiga ikat sapu ijuk.
Dia terlihat payah, lemah dan tak berdaya. Setelah membayar ayam goreng, teman saya bermaksud memberi Rp 1.000 karena iba dan menganggap nenek tadi pengemis. Saat menyodorkan lembaran uang tadi, tidak diduga si nenek malah menunduk kecewa dan menggeleng pelan. Sekali lagi diberi uang, sekali lagi nenek itu menolak. Penjual ayam goreng yang kebetulan melihat kejadian itu kemudian menjelaskan bahwa nenek itu bukanlah pengemis.
Nenek itu adalah penjual sapu ijuk. Paham akan maksud keberadaan sang nenek yang sebenarnya, ibu teman saya akhirnya memutuskan membeli tiga sapunya yang berharga Rp 1.500 per ikat. Meskipun ijuknya jarang-jarang dan tidak bagus, ikatannya pun longgar.
Menerima uang Rp 5.000 si nenek tampak ngedumel sendiri. Ternyata dia tidak punya uang kembalian. "Ambil saja uang kembaliannya," kata si ibu. Namun, si nenek ngotot untuk mencari uang kembalian Rp. 500. Dia lalu bangkit dan dengan susah payah menukar uang di warung terdekat. Si ibu terpaku melihat polah sang nenek. Sesampainya di mobil, ia masih terus berpikir, bagaimana mungkin di zaman sekarang masih ada orang begitu jujur, mandiri, dan mempunyai harga diri yang begitu tinggi.
0 Response to "Kisah Nenek Penjual Sapu"
Posting Komentar