Sekdes yang Gila Batik
Pendidikan terakhirnya Diploma 3 Kesehatan Hewan. Tapi, bukannya menggeluti ternak. Johan Adi Sanjaya justru jatuh cinta berat pada batik. Kini, dia terobsesi untuk mengembangkan batik khas Lumajang.
Lumajang asli. Johan asli kelahiran Yosowilangun. Tak ada darah seni dari trah silsilahnya. Tapi, Johan ternyata cukup lihai membatik.
Berawal dari pelatihan batik yang didapatnya, kini Johan semakin tergila-gila pada batik. Dan dia kini tengah getol-getolnya mengembangkan batik Lumajangan.
Yang unik, pilihan terjun ke dunia batik asli Lumajang ini tak melulu urusan keuntungan. Tapi dia mengaku banyak kepuasan yang didapatkan. Salah satunya adalah dia merasa bias berbagi. Sehingga dalam usaha batik yang digelutinya, ada nilai-nilai lain yang menjadi tujuan sosialnya. "Bagaimana kita bisa menolong orang dan orang itu bisa terbantu ekonominya. Itulah yang menjadikan saya puas," terangnya.
Bapak dua anak ini memang dikenal memiliki rasa sosial tinggi. Di samping menjadi Sekretaris Desa Yosowilangun Lor, seabreg kegiatan sosial dia lakoni. Mulai dari ketua Cabang Muhammadiyah Yosowilangun, ketua Relawan Bankom 737 Yosowilangun, hingga menjadi ketua paguyuban batik Lumajang.
Jiwa sosialnya itu ditempa semenjak dirinya duduk di bangku kuliah. Dia memilih jadi aktivis organisasi. Sehingga, seringkali dirinya menjadi konseptor dari berbagai kegiatan. Mulai kegiatan indoor hingga outdoor. "Termasuk konseptor demo," katanya lalu tertawa.
Dan saat ini, banyak manfaat yang bisa dipetik dari pengalaman berorganisasinya itu. Seperti ilmu manajemen hingga ilmu bermasyarakat yang baik.
Memang laki-laki berpawakan sedikit tambun ini sangat kuat aura kepemimpinannya. Setidaknya itu bisa terlihat dari caranya mengendalikan beberapa usaha. Mulai dari pengolahan batik khas Lumajang, hingga rumah makan. Kesemuanya dipimpinnya rapi dan apik sehingga bisa harmonis.
Tapi, keberhasilan itu tidak begitu saja didapat. Tahap demi tahap dilaluinya hingga dirinya terbilang sudah berkecukupan saat ini. Yang membuatnya sangat bersyukur adalah perhatian orang tua tentang pendidikan. Dia mengatakan, orang tuanya tidak memberikan warisan harta, melainkan ilmu yang banyak hingga dirinya lulus kuliah. "Inilah yang tidak semua orang bisa merasakan. Saya tidak diberi harta, melainkan diberi ilmu," tegasnya.
Johan mengisahkan, hingga dia menyunting Eni Puji Astuti, beratnya hidup harus dia hadapi. Dia mengaku tak punya apa-apa. "Kami berangkat dari nol," paparnya.
Dengan ilmu yang dimiliki, Johan lantas bekerja sebagai technical service dalam bidang pertanian. Cukup kenyang melakoni pekerjaan itu, hidupnya mulai terarah ketika dia lolos sebagai sekretaris desa (sekdes). Perlahan, jalan hidupnya mulai dia tata.
Seiring dengan kesibukannya sebagai sekdes, Johan mulai merajut jaringan. Selain itu, dia rajin melakukan inovasi kemasyarakatan. Dari sekadar kumpul-kumpul, masyarakat diajaknya untuk merencanakan kegiatan. Salah satunya adalah mengembangkan batik khas Lumajang.
Johan yang lebih dulu mempelajari seni batik mencoba menularkan ke masyarakat sekitar. Dia melihat, ada peluang terkait usaha batik Lumajang. "Ada peluang dari berbagai sisi," katanva.
Pertama, aspek keuntungan. Selanjutnya, ada aspek sosial yang nilainya lebih dari sekadar keuntungan. "Membantu orang sekitar dan mengembangkan produk budaya Lumajang. Ini memberikan kepuasan batin buat saya," katanya.
Saat ini, produksi batik yang dikelola di rumahnya telah memperkerjakan 15 ibu rumah tangga. Johan mengaku hal itu menjadi kebanggaan tersendiri baginya. "Kesenangan itu, ketika kita telah berbuat. Jadi, bagaimana kita berupaya untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain," tegas mantan aktivis HMI UGM Jogjakarta ini.
Rumahnya juga tidak hanya dipakai produksi batik. Seringkali dia membuat pelatihan batik gratis bagi para pelajar. Para pelajar tersebut cukup membawa kain polos. Selanjutnya, diajari membuat pola dan membatik pakai canting di rumah johan. "Hal seperti itu tidak diajarkan di sekolah. Namun bisa didapat di sini. Dan kami memang ingin banyak orang Lumajang mengerti tentang batik. Khususnya batik khas Lumajang," tegasnya.
Kini, johan terus meretas mimpinya. Ada lima hal yang menjadi cita-cita dalam hidupnya. Pertama adalah mengembangkan batik khas Lumajang. Kedua mengembangkan rumah makan dan ketiga adalah memiliki ternak. Berikutnya adalah memiliki tanah dan pesantren. "Pesantren di sini bukannya dalam bentuk bangunan megah. Melainkan saya bisa membagi ilmu pada banyak orang di tempat saya," tegasnya.
Johan mengaku, apa yang dicapainya saat ini masih satu persen. Seperti batik misalnya. Dia bercita-cita memiliki 1.000 karyawan. "Saya terobsesi betul untuk mengembangkan batik Lumajang," katanya.
Pencapaian tersebut, dimaksudkannya untuk memberikan manfaat bagi masyarakat lain. Saat kebutuhan ekonominya tercukupi, Johan mengaku bias berbuat lebih banyak bagi orang lain. "Tujuan hidup adalah bisa bermanfaat bagi orang lain," pungkasnya.
Harus Berebut Salah
Organisasi tidak hanya diimplementasikan pada manajemen pekerjaan. Dalam keluarga pun ilmu berorganisasi sangat penting, justru mutlak diperlukan. Inilah yang diterapkan Johan Adi Sanjaya.
Menikah pada Maret 2002, Johan benar-benar berangkat dari nol. Tidak punya apa-apa. Pekerjaan pun boleh dibilang masih tidak jelas. Berbagai rintangan pun ditemuinya. Termasuk cekcok kecil.
Johan menilai, cekcok dalam keluarga itu biasa. Lebih-lebih hanya sekadar beda pendapat. Sesuatu yang lumrah. Yang penting, dibutuhkan kedewasaan dalam mengelola marah. "Harus mengalah salah satu. Itu kuncinya," tegasnya.
Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Johan mengatakan, dalam keluarga itu antara suami dan istri harus berebut salah. Bukan sebaliknya. Sehingga, jika ada kendala, jika satu sama lain berebut salah, maka segala permasalahan akan selesai.
Nah, untuk menyelesaikan permasalahan itu, perlu yang namanya pengorganisasian. Atau, bahasa kerennya manajemen konflik. "Saat seperti ini, ada kalanya seseorang harus bermain peran," katanya.
Seperti pengalamannya awal-awal membina rumah tangga. Karena belum punya rumah, Johan terpaksa membawa istrinya pulang ke rumah ibunya. Di situlah konflik berawal. Ibunya sering berselisih faham dengan istrinya, Eni Puji Astuti.
Johan pun mulai menerapkan ilmu organisasinya. Konflik itu tidak dia pelihara, tapi dia mainkan. Bahkan, seringkah Johan mengaku harus bisa bermain dua kaki. Satu sisi membela ibunya, di lain pihak dia juga membela sang istri. Namun, semua dilakukan untuk tujuan baik. Johan bersikap demikian agar bisa diterima di dua kubu yang tengah berselisih itu. Pelan-pelan, dia berusaha menyelesaikan persoalan. Sehingga, tak ada yang merasa disalahkan maupun dikalahkan. "Seperti main sinetron. Namun dalam kehidupan nyata," paparnya.
Hasilnya, kini semua tinggal cerita. Riak-riak kecil dalam rumah tangganya itu berhasil dia selesaikan dengan cantik. Johan pun kini rajin menularkan pengalaman berumah tangganya ke masyarakat. Setiap kali ada kesempatan berkumpul masyarakat, Johan mengaku menyempatkan untuk berdiskusi tentang permasalahan keluarga. Sebab, dia berkeyakinan, keluarga haus kuat, harus harmonis untuk menunjang sukses seseorang.
Selain soal keluarga, Johan juga rajin menanamkan jiwa leadership. Seperti saat liburan ini. Dia sengaja mengisi liburan sekolah dengan membuat pelatihan leadhership, gratis.
Dia menghimpun dana dari masyarakat sekitar. Selanjutnya, dikumpulkannya 10 pemuda yang ada didesanya. "Saya latih mengenai pencarian potensi diri dan ilmu tentang organisasi," tegasnya.
Dari pelatihan itu, output yang diharapkan bisa menggali potensi seseorang. Selanjutnya, dirinya bias berperan dalam masyarakat dan juga menerapkan ilmu organisasi dan kepemimpinan. Mereka nanti akan dikader untuk selanjutnya menjadi trainer. "Sepuluh pemuda itu nantinya akan menjadi tutor dan mengajarkan ilmu kepada pemuda lain," paparnya.
0 Response to "Kisah Pasangan Johan Adi Sanjaya & Eni Puji Astuti"
Posting Komentar